Mengapa Perlu Mendidik Anak dengan Baik?
Tidak diragukan lagi, bahwasanya anak merupakan salah satu perhiasan dunia yang terindah. Rasa penat bekerja seharian seakan lenyap tak berbekas, saat pulang ke rumah bercengkerama dan bersenda gurau dengan anak-anak.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Q.S. Al-Kahfi: 46).
Anak adalah titipan Allah
Tentu banyak di antara kita yang pernah dititipi sesuatu oleh orang lain. Amanah tersebut mestinya kita jaga sebaik-baiknya. Terlebih jika titipan tersebut adalah barang yang amat berharga, dan orang yang menitipkannya kepada kita adalah orang terhormat. Namun, ada satu amanah yang sangat istimewa, dan yang menitipkannya kepada kita pun, Dzat Yang amat mulia, tetapi justru malah seringkali kita menyia-nyiakannya. Titipan yang tidak semua orang mendapat kehormatan untuk mengembannya. Amanah tersebut tidak lain adalah anak.
Bayi yang Allah anugerahkan kepada kita bagaikan mutiara yang masih berada dalam cangkangnya. Hatinya masih suci, ibarat selembar kertas putih, tanpa goresan apalagi ukiran. Setelah itu, sedikit demi sedikit, kepribadian dan perilaku anak terbentuk, sesuai dengan apa yang dilihat di lingkungan terdekatnya. Yakni di dalam rumah dan lingkungannya.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menjelaskan, “Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Itulah masa keemasan yang tidak boleh disia-siakan. Keshalihan anak bukanlah hadiah gratis yang turun dari langit begitu saja, namun membutuhkan usaha dan perjuangan dari orang tua.
Pendidikan anak adalah amanah yang berat
Tanggung jawab kita terhadap anak bukan sekedar memberinya makan kenyang, pakaian bagus, ataupun rumah lapang. Namun, tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”(Q.S. At Tahrim: 6).
Allah Ta’ala pasti akan meminta pertanggungjawaban kita atas amanah ini, sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang bawahannya … Lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang mereka. Wanita merupakan penanggung jawab di rumah suaminya serta bagi anaknya, dan dia akan ditanya tentang mereka.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Memang, tugas dan tanggung jawab ini tidaklah ringan. Ujian dan rintangan mungkin muncul silih berganti. Rasa letih dan bosan kadang datang mendera. Amanah ini tidaklah mungkin bisa dicapai dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri. Kita memang harus terus berusaha, tapi bersamaan dengan itu, kita juga senantiasa memohon pertolongan kepada Allah. Kita memohon supaya Allah memberikan taufiq untuk keluarga kita. Bukankah hati manusia itu ada pada jari-jemari Allah?
“Buah” yang dapat dipetik dari anak salih
Anak yang shalih akan senantiasa menjadi investasi pahala, sehingga orang tua akan mendapat aliran pahala dari anak shalih yang dimilikinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.”(H.R. Muslim).
5 Perkara Agama yang Paling Penting untuk Diajarkan kepada Anak
Dengan demikian, hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anak kita, diantaranya ialah dengan mengajarkan kepada mereka perkara-perkara penting yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi sholatu wa sallam.
Di antara perkara agama yang paling penting untuk diajarkan kepada mereka adalah :
- Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
Hendaknya orang tua mengajarkan anaknya untuk cinta kepada Rabb-nya, yang telah menciptakannya, dan mencintai Nabi yang diutus kepadanya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya perkara-perkara tersebut, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman : (1) Allah dan rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, (2) tidaklah dia mencintai seseorang, kecuali karena Allah, (3) dan dia tidak suka kembali kepada kekafiran sebagaimana dia tidak suka untuk dilemparkan ke dalam kobaran api.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Konsekuensi mencintai Allah dan rasul-Nya, ialah menaati keduanya, dan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imran: 31).
- Ajaran Islam yang lurus, yang bersih dari ajaran yang menyimpang
Wajib bagi orang tua untuk mengajarkan ajaran Islam kepada anaknya, sesuai ajaran Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada anaknya. Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk mengikuti jalan tersebut, dalam firman-Nya yang artinya, “Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Q.S. al-Hasyr: 7). Di samping itu, hendaknya orang tua juga menanamkan kebencian kepada ajaran yang menyimpang, karena perkara yang diada-adakan dalam agama merupakan lawan dari sunnah, dan itu merupakan sejelek-jelek perkara.
- Ibadah yang Benar, terutama Shalat dan Wudhu
Berkenaan dengan shalat, secara khusus Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya… Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Q.S. Thaahaa: 132).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul* mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“. (H.R. Abu Daud, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
*Catatan: Dengan pukulan yang mendidik, bukan pukulan di kepala atau dengan niat untuk menyakiti.
- Akhlak yang baik
Akhlak yang baik merupakan faktor utama yang dapat menyelamatkan seseorang dari api neraka, karena ia memberatkan timbangan kebaikan seseorang di akhirat kelak. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang lebih berat pada timbangan seorang hamba daripada akhlak yang baik.” (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi dan selainnya, sahih).
Maka, hendaklah orang tua mengajarkan akhlak-akhlak yang baik kepada anaknya.
- Al Quran dan Ilmu Agama
Memelajari Al Quran termasuk sebaik-baik perkara. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian ialah yang belajar Al Quran, dan yang mengajarkannya.” (H.R. Bukhari).
“Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham, yang Nabi wariskan hanyalah ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (H.R. Abu Daud, sahih). Oleh karena itu, hendaklah orang tua bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam mengajarkan Al Quran dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada anaknya sendiri.
Memilih Sekolah dan Guru yang Baik
Dewasa ini, banyak kaum muslimin yang lebih memilih sekolah/ guru sebagai alternatif pendidikan anak sejak kecil. Maka hendaknya mereka memilih sekolah / guru yang baik untuk anak-anaknya, yang benar-benar mengajarkan agama yang haq/benar, sesuai dengan pemahaman para Shahabat Nabi dan yang berpegang teguh dengannya. Hal ini tercermin dalam pesan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam kepada Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma, ”Wahai Ibnu ’Umar, agamamu! agamamu! Ia adalah darah dan dagingmu. Maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. Ambillah dari orang-orang yang istiqamah (terhadap sunnah), dan jangan ambil dari orang-orang yang melenceng (dari sunnah).” (Al-Kifaayah fii ’Ilmir-Riwayah, hal. 81).
Demikian, semoga Allah senantiasa menjaga kita dan anak-cucu kita, hingga akhir hayat nanti. Aamiin.
***
Ditulis oleh Prasetyo, S. Kom., (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Dimurajaah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.